Kata
Pengantar
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya
kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui
Mahkamah Internasional dan Menghargai Putusan Mahkamah Internasional”.
Makalah ini berisikan informasi tentang Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional dan tentang cara Menghargai Putusan Mahkamah Internasional.
Makalah ini berisikan informasi tentang Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Mahkamah Internasional dan tentang cara Menghargai Putusan Mahkamah Internasional.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Bekasi, Januari 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar…………………………………………………………………1
Penyelesaian
Sengketa Internasional melalui Mahkamah
Internasional……………………………………………………………….……3
Penyelesaian Sengketa secara
Diplomatik………………………..……..…7
Penyelesaian Sengketa secara Hukum…………………………………….11
Menghargai Keputusan Mahkamah
Internasional………………………………………………………………..…13
Peran Mahkamah
Internasional……………………………………………13
Penutup………………………………………………..………………………..16
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………17
Upaya untuk menyelesaikan sengketa-sengketa
internasional dilakukan sedini mungkin dengan cara yang seadil-adilnya bagi
para pihak yang terlibat. Upaya ini merupakan tujuan hukum internasional sejak
lama dengan kaidah-kaidah serta prosedur-prosedur yang terkait. Sebagian kaidah
dan dan prosedur hukum internasional merupakan kebiasan dan praktik, tetapi
sebagian lagi merupakan sejumlah konvensi yang membuat hukum yang sangat
penting. Misalnya Konvensi[1] Den Haag
1899 dan 1907 dalam hal penyelesaian seacara damai sengketa-sengketa
internasional dan Charter Perserikatan Bangsa-bangsa yang dirumuskan di San
Francisco tahun 1945. Salah satu dari tujuan pokok charter tersebut adalah membentuk
organisasi persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempermudah
penyelesaian secara damai mengenai perselisihan antara negara-negara di dunia.
Hal inipun merupakan tujuan dari Liga Bangsa-Bangsa selama periode aktivitasnya
di antara dua Perang Dunia.
Dalam penyelesaian sengketa Mahkamah Internasional
dapat menggunakan istilah :
- Ajudikasi : teknik penyelesaian sengketa dengan
menyerahkan putusan kepada lembaga peradilan.
- Ex Aequo et bono : didasarkan pada keadilan dan
kebaikan bukan didasarkan pada hukum (atas dasar kesepakatan negara yang
bersengketa).
- Advisory opinion : opini hukum yang dibuat
pengadilan untuk menyelarasi permasalahan
yang diajukan oleh lembaga berwenang.
- Compromis : kesepakatan bersama pihak yang
bersengketa.
- Compulsory jurisdiction : peradilan internasional
mendengarkan dan memutuskan keputusan tanpa memerlukan kesepakatan
terlebih dahulu dari pihak yang terlibat.
Ada dua mekanisme penyelesaian
sengketa internasional melalui Mahkamah internasional, yaitu mekanisme normal
dan khusus.
·
Mekanisme Normal :
1.
Penyerahan perjanjian khusus yng berisi
tdentitas para pihak dan pokok persoalan sengketa.
2.
Pembelaan tertulis, berisi fakta, hukum
yang relevan, tambahan fakta baru, penilakan atas fakta yang disebutkan dan
berisi dokumen pendukung.
3.
Presentasi pembelaan bersifat terbuka
dan umum atautertutup tergantung pihak sengketa.
4.
Keputusan bersifat
menyetujui dan penolakan. Kasus internasional dianggap selesai apa
bila :
Para pihak mencapai
kesepakatan
Para pihak menarik diri dari prose
persidangan Mahkamah internasional.
Mahkamah internasional telah memutus
kasus tersebut berdasarkan pertimbangan dan telah dilakukan ssuai proses hukum
internasional yang berlaku.
·
Mekanisme Khusus :
1. Keberatan awal karena ada keberatan
dari pihak sengketa Karen mahkamah intrnasional dianggap tidak memiliki
yusidiksi atau kewenangan atas kasus tersebut.
2. Ketidak hadiran salah satu pihak yang
bersengketa, biasanya dilakukan oleh Negara tergugat atau respondent karena
menolak yuridiksi Mahkamah Internasional.
3. Keputusan sela, untuk memberikan
perlindungan terhadap subyek persidangan, supaya pihak sengketa tidak melakukan
hal-hal yang mengancah efektivitas persidangan Mahkamah internasional.
4. Beracara bersama, beberapa pihak
disatukan untuk mengadakan sidang bersama karena materi sama terhadap lawan
yang sama.
a.
Cara-cara penyelesaian damai, yaitu apabila para pihak telah
dapat menyepakati untuk menemukan suatu solusi yang bersahabat.
b.
Cara-cara penyelesaian secara paksa atau dengan kekerasan,
yaitu apabila solusi yang dipakai atau dikenakan adalah melalui kekerasan.
Piagam Mahkamah Internasional (Statute of
the International Court of Justce ) Pasal 38 ayat 1 menegaskan bahwa Mahkamah
Internasional mengakui bahwa dalam menimbang dan memutuskan suatu perselisihan
dapat menggunakan beberapa pedoman[3], antara lain
sebagai berikut ;
a. Perjanjian Internasional (international
conventions), baik yang bersifat umum, maupun khusus;
b. Kebiasaan Internasional (international
custom);
c. Asas-asas hukum (general principles of law) yang diakui oleh bangsa-bangsa atau negara-negara beradab;
d. Keputusan Hakim (judicial decision) dan pendapat para ahli yang telah diakui
kepakarannya, yang merupakan sumber hukum internasional tambahan.
e. Pendapat-pendapat
Prosedur penyelsaian sengketa internasional diajukan oleh
negara-negara yang bersengketa melalui pewakilannya di PBB, kemudian diajukan ke
Mahkamah Internasional. Kemudian Mahkamah Internasional yang menyelesaikan
secara hukum internasional. Lebih lanjut prosedur penyelesaian sengketa
internasional melalui Mahkamah Internasional adalah sebagai berikut.
a.
Wewenang Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional dapat mengambil tindakan
sementara ialah tindakan yang diambil untuk melindungi hak-hak dan kepentingan
pihak-pihak yang bersengketa sambil menunggu keputusan dasar atau penyelesaian
lainnya yang akan ditentukan Mahkamah Internasional secara definitif[4] dalam bentuk ordonansi[5],
diantaranya.
- ratione
personae,
- kedudukan
individu,
- kedudukan
organisasi internasional
- Ratione
materiae
- Kompromi
Persyaratan
b.
Penolakan
Hadir di Mahkamah Internasional
c.
Keputusan Mahkamah Internasional
Keputusan-keputusan
Mahkamah Internasional merupakan pengadilan tertinggi di dunia internasional
dan untuk kepentingan bangsa-bangsa di dunia, maka sudah selayaknya setiap
bangsa[6] termasuk
inividunya harus mendukung.
Agar mengambil
keputusan Mahkamah Internasional dapat ditempuh dengan cara voting atau dengan
suara terbanyak dari hakim-hakim yang hadir. Jika dalam mengambil keputusan terdapat
persamaan jumlah suara, maka suara ketua atau wakilnya yang kan menentukannya.
Keputusan Mahkamah terdiri atas tiga bagian,
yaitu sebagai berikut.
1) Informasi dari ketua[7] atau wakil-wakilnya, analisa mengenai fakta-fakta,
dan argumentasi hukum pihak-pihak yang bersengketa.
2)
Penjelasan mengenai motivasi Mahkamah Internasional
3) Dispositif, yaitu berisikan keputusan Mahkamah
Internasional yang merugikan negara-negara yang bersengketa.
4) Penyampaian pendapat yang terpisah
Penyampaian pendapat terpisah ialah bila suatu keputusan tidak
mewakili seluruh atau hanya sebagian dari pendapat bulat para hakim, maka
hakim-hakim yang lain berhak memberikan pendapatnya secara terpisah (pasal 57
statuta). Pendapat terpisah ini juga disebut dissenting opinion artinya pendapat seorang hakim yang tidak
menyetujui suatu keputusan dan menyatakan keberatan terhadap motif-motif yang
diberikan dalam keputusan tersebut. Jadi, pendapat terpisah adalah pendapat
hakim yang tidak setuju dengan keputusan yang diambil oleh kebanyakan hakim.
Keputusan tersebut dapat dianggap pengutaraan resmi pendapat pendapat terpisah.
Hal ini akan melemahkan kekuatan keputusan Mahkamah Internasional walaupun di
lain pihak akan menyebabkan hakim-hakim mayoritas berhati-hati dalam memberikan
motig keputusan mereka.
Mahkamah Internasional juga sebenarnya bisa
mengajukan keputusan ex aequo et bono, yaitu didasarkan pada keadilan dan
kebaikan, dan bukan berdasarkan hukum, namun hal ini bisa dilakukan jika ada
kesepakatan antar negara-negara yang bersengketa. Keputusan Mahkamah
Internasional sifatnya final, tidak dapat banding dan hanya mengikat para
pihak. Keputusan juga diambil atas dasar suara mayoritas.
Yang dapat menjadi pihak hanyalah negara,
namun semua jenis sengketa dapat diajukan ke Mahkamah Internasional.
Masalah pengajuan sengketa bisa dilakukan
oleh salah satu pihak secara unilateral, namun kemudian harus ada persetujuan
dari pihak yang lain. Jika tidak ada persetujuan, maka perkara akan di hapus
dari daftar Mahkamah Internasional, karena Mahkamah Internasional tidak akan
memutus perkara secara in-absensia (tidak hadirnya para pihak).
1)
Tiap-tiap negara anggota PBB harus
melaksanakan keputusan Mahkamah Internasional dalam sengketa apabila dia
merupakan pihak.
2)
Bila negara pihak
suatu sengketa tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dibebankan Mahkamah
Internasional kepadanya, negara pihak lain dapat mengajukan persoalannya ke
depan Dewan Keamanan. Kalau perlu dapat membuat rekomendasi-rekomendasi atau
memutuskan tindakan-tindakan yang akan diambil supaya keputusan tersebut
dilaksanakan.
PENYELESAIAN
SENGKETA SECARA DIPLOMATIK
Kedamaian dan keamanan internasional hanya dapat diwujudkan apabila tidak ada kekerasan yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa, yang ditegaskan dalam pasal 2 ayat (4) Piagam. Penyelesaian sengketa secara damai ini, kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 33 Piagam yang mencantumkan beberapa cara damai dalam menyelesaikan sengketa.
Seperti yang telah dijelaskan di
atas, yang termasuk ke dalam penyelesaian sengketa secara diplomatik adalah
negosiasi, enquiry atau penyelidikan, mediasi, konsiliasi, dan good offices
atau jasa-jasa baik. Kelima metode tersebut memiliki ciri khas, kelebihan, dan
kekurangan masing-masing.
a) Negosiasi
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog[9] tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka.
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya.
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak
Negosiasi merupakan cara penyelesaian sengketa secara damai yang cukup lama dipakai. Sampai pada permulaan abad ke-20, negosiasi menjadi satu-satunya cara yang dipakai dalam penyelesaian sengketa. Sampai saat ini cara penyelesaian melalui negosiasi biasanya adalah cara yang pertama kali ditempuh oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini dilakukan secara langsung oleh para pihak yang bersengketa melalui dialog[9] tanpa ada keikutsertaan dari pihak ketiga. Dalam pelaksanaannya, negosiasi memiliki dua bentuk utama, yaitu bilateral dan multilateral. Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran diplomatik pada konferensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
Dalam praktek negosiasi, ada dua bentuk prosedur yang dibedakan. Yang pertama adalah negosiasi ketika sengketa belum muncul, lebih dikenal dengan konsultasi. Dan yang kedua adalah negosiasi ketika sengketa telah lahir.
Keuntungan yang diperoleh ketika negara yang bersengketa menggunakan mekanisme negosiasi, antara lain :
(1) Para pihak memiliki kebebasan untuk menentukan penyelesaian sesuai dengan kesepakatan diantara mereka.
(2) Para pihak mengawasi dan memantau secara langsung prosedur penyelesaiannya.
(3) Dapat menghindari perhatian publik dan tekanan politik dalam negeri.
(4) Para pihak mencari penyelesaian yang bersifat win-win solution, sehingga dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak
b) Enquiry atau
Penyelidikan
J.G.Merrills menyatakan bahwa salah
satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya
ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta[10]. Untuk
menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para
pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak
kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta
yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan
kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara
mereka.
Dalam
beberapa kasus, badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta dalam
sengketa internasional dibuat oleh PBB[11]. Namun dalam konteks ini, enquiry yang dimaksud
adalah sebuah badan yang dibentuk oleh negara yang bersengketa. Enquiry telah
dikenal sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa internasional
semenjak lahirnya The Hague Convention pada tahun 1899, yang kemudian
diteruskan pada tahun 1907.
c)
Mediasi
Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi[12] yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.
Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Ketika negara-negara yang menjadi para pihak dalam suatu sengketa internasional tidak dapat menemukan pemecahan masalahnya melalui negosiasi, intervensi[12] yang dilakukan oleh pihak ketiga adalah sebuah cara yang mungkin untuk keluar dari jalan buntu perundingan yang telah terjadi dan memberikan solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Pihak ketiga yang melaksanakan mediasi ini tentu saja harus bersifat netral dan independen. Sehingga dapat memberikan saran yang tidak memihak salah satu negara pihak sengketa.
Intervensi yang dilakukan oleh pihak ketiga ini dapat dilakukan dalam beberapa bentuk. Misalnya, pihak ketiga memberikan saran kepada kedua belah pihak untuk melakukan negosiasi ulang, atau bisa saja pihak ketiga hanya menyediakan jalur komunikasi tambahan.
Dalam menjalankan tugasnya, mediator tidak terikat pada suatu hukum acara tertentu dan tidak dibatasi pada hukum yang ada. Mediator dapat menggunakan asas ex aequo et bono untuk menyelesaikan sengketa yang ada.
Pelaksanaan
mediasi dalam penyelesaian sengketa internasional diatur dalam beberapa
perjanjian internasional, antara lain The Hague Convention 1907; UN Charter;
The European Convention for the Peaceful Settlement of Disputes.
d) Konsiliasi
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.
Pada prakteknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal[13] jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi[14] ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi[15] akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.
Sama seperti mediasi, penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi menggunakan intervensi pihak ketiga. Pihak ketiga yang melakukan intervensi ini biasanya adalah negara, namun bisa juga sebuah komisi yang dibentuk oleh para pihak. Komisi konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak dapat saja terlembaga atau bersifat ad hoc, yang kemudian memberikan persyaratan penyelesaian yang diterima oleh para pihak. Namun keputusan yang diberikan oleh komisi konsiliasi ini tidak mengikat para pihak.
Pada prakteknya, proses penyelesaian sengketa melalui konsiliasi mempunyai kemiripan dengan mediasi. Pembedaan yang dapat diketahui dari kedua cara ini adalah konsiliasi memiliki hukum acara yang lebih formal[13] jika dibandingkan dengan mediasi. Karena dalam konsiliasi[14] ada beberapa tahap yang biasanya harus dilalui, yaitu penyerahan sengketa kepada komisi konsiliasi, kemudian komisi[15] akan mendengarkan keterangan lisan para pihak, dan berdasarkan fakta-fakta yang diberikan oleh para pihak secara lisan tersebut komisi konsiliasi akan menyerahkan laporan kepada para pihak disertai dengan kesimpulan dan usulan penyelesaian sengketa.
e)
Good Offices atau Jasa-jasa Baik
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.
Jasa-jasa baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui bantuan pihak ketiga. Pihak ketiga berupaya agar para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya dengan negosiasi. Menurut pendapat Bindschedler, yang dikutip oleh Huala Adolf, jasa baik dapat didefinisikan sebagai berikut: the involvement of one or more States or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement.
Pada pelaksanaan di lapangan, jasa baik dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu jasa baik teknis (technical good offices), dan jasa baik politis (political good offices). Jasa baik teknis adalah jasa baik oleh negara atau organisasi internasional dengan cara mengundang para pihak yang bersengketa ikut serta dalam konferensi atau menyelenggarakan konferensi. Tujuan dari jasa baik teknis ini adalah mengembalikan atau memelihara hubungan atau kontak langsung di antara para pihak yang bersengketa setelah hubungan diplomatik mereka terputus. Sedangkan jasa baik politis adalah jasa baik yang dilakukan oleh negara atau organisasi internasional yang berupaya menciptakan suatu perdamaian atau menghentikan suatu peperangan yang diikuti dengan diadakannya negosiasi atau suatu kompetensi.
Penyelesaian sengketa secara diplomatik memang menekankan kepada penyelesaian sengketa secara damai dan tidak menggunakan kekerasan. Berdasarkan hal inilah negara-negara dalam praktek hukum internasional, memberikan dasar hukum pelaksanaan penyelesaian sengketa secara diplomatik melalui berbagai perjanjian internasional.
Penyelesaian sengketa internasional secara diplomatik ini ditempatkan sebagai prioritas penyelesaian sengketa oleh masyarakat internasional. Apabila cara diplomatik ini gagal, penyelesaian sengketa secara hukum barulah ditempuh.
Penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Indonesia dan
Malaysia dalam menentukan kedaulatan di Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan
suatu cara penyelesaian sengketa secara damai, dimana Indonesia dan Malaysia
memilih Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan sengketa ini, dasar hukum di
dalam penyelesaian sengketa ini adalah pasal 2 ayat 3 dan pasal 33 Piagam PBB.
Sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan disebabkan karena adanya ketidakjelasan
garis perbatasan yang dibuat oleh Belanda dan Inggris yang merupakan negara
pendahulu dari Indonesia dan Malaysia di perairan timur Pulau Borneo, sehingga
pada saat Indonesia dan Malaysia berunding untuk menentukan garis perbatasan
kedua negara di Pulau Borneo, masalah ini muncul karena kedua pihak saling
mengklaim kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan.
Berbagai pertemuan bilateral dilakukan oleh kedua negara
dalam upaya melakukan pemecahan atas sengketa ini namun sengketa ini tidak
dapat diselesaikan, sehingga kedua negara sepakat untuk menyerahkan
penyelesaian sengketa ini kepada Mahkamah Internasional. Berbagai macam
argumentasi dan bukti yuridis dikemukakan kedua pihak dalam persidangan di
Mahkamah Internasional, dan pada akhirnya Mahkamah Internasional memutuskan
bahwa kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan milik Malaysia atas
dasar prinsip okupasi, dimana Malaysia dan Inggris sebagai negara pendahulu
lebih banyak melaksanakan efektifitas di Pulau Sipadan dan Ligitan.
PENYELESAIAN
SENGKETA SECARA HUKUM
Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum
atau judicial settlement juga dapat menjadi pilihan bagi subyek hukum
internasional yang bersengketa satu sama lain. Bagi sebagian pihak, bersengketa
melalui jalur hukum seringkali menimbulkan kesulitan, baik dalam urusan
birokrasi maupun besarnya biaya yang dikeluarkan. Namun yang menjadi keuntungan
penyelesaian sengketa jalur hukum adalah kekuatan hukum yang mengikat antara
masing-masing pihak yang bersengketa.
a)
Arbitrase
Hukum internasional telah mengenal arbitrase[16] sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan cara ini telah diterima oleh umum sebagai cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dengan menggunakan metode arbitrase dapat menggunakan badan arbitrase yang telah terlembaga, atau badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian sengketa internaisonal melalui jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan arbitrase tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak, meskipun sifat putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.
Hukum internasional telah mengenal arbitrase[16] sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan cara ini telah diterima oleh umum sebagai cara penyelesaian sengketa yang efektif dan adil. Para pihak yang ingin bersengketa dengan menggunakan metode arbitrase dapat menggunakan badan arbitrase yang telah terlembaga, atau badan arbitrase ad hoc. Meskipun dianggap sebagai penyelesaian sengketa internaisonal melalui jalur hukum, keputusan yang dihasilkan oleh badan arbitrase tidak dapat sepenuhnya dijamin akan mengikat masing-masing pihak, meskipun sifat putusan arbitrase pada prinsipnya adalah final dan mengikat.
Arbitrase
internasional adalah suatu bentuk atau cara penyelesaian secara damai sengketa
internacional yang dirumuskan dalam suatu keputusan oleh arbitrator yang
dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Penyelesaian
melalui badan arbitrase internacional biasanya menyerahkan masalah kepada
orang-orang tertentu yang dinamakan arbitrator yang dipilih secara bebas oleh
pihak yang terlibat dalam masalah nasional.
Penyelesaian
melalui badan arbitrase harus didasarkan pada rasa keadilan atau ex aequo et buno, dimana
pengadilan-pengadilan arbitrasi harus menerapkan juga prinsip-prinsip hukum
internasional.
Pada saat ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga, yaitu Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai jalur penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.
Pada saat ini, terdapat sebuah badan arbitrase internasional yang terlembaga, yaitu Permanent Court of Arbitration (PCA). Dalam menjalankan tugasnya sebagai jalur penyelesaian sengketa, PCA menggunakan UNCITRAL Arbitration Rules 1976.
Pengadilan arbitrase dilaksanakan oleh suatu
“panel hakim” atau arbitrator yang dibentuk atas dasar persetujuan khusus para
pihak, atau dengan perjanjian arbitrase yang telah ada. Persetujuan arbitrase
tersebut dikenal dengan compromis (kompromi) yang memuat:
1. persetujuan para pihak untuk terikat pada
keputusan arbitrase;
2. metode pemilihan panel arbitrase;
3. waktu dan tempat hearing (dengar
pendapat);
4. batas-batas fakta yang harus
dipertimbangkan, dan;
5. prinsip-prinsip hukum atau keadilan yang
harus diterapkan untuk mencapai suatu kesepakatan. (Burhan Tsani, 1990, 214)
Masyarakat internasional sudah menyediakan
beberapa institusi arbitrase internasional, antara lain:
1. Pengadilan Arbitrase Kamar Dagang
Internasional (Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce)
yang didirikan di Paris, tahun 1919;
2. Pusat Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal
Internasional (International Centre for Settlement of Investment Disputes) yang
berkedudukan di Washington DC;
3. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk
Asia (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kuala
Lumpur, Malaysia;
4. Pusat Arbitrase Dagang Regional untuk
Afrika (Regional Centre for Commercial Arbitration), berkedudukan di Kairo,
Mesir. (Burhan Tsani; 216)
b)
Pengadilan Internasional
Selain arbitrase, lembaga lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan
sengketa internasional melalui jalur hukum adalah pengadilan internasional.
Pada saat ini ada beberapa pengadilan internasional dan pengadilan
internasional regional yang hadir untuk menyelesaikan berbagai macam sengketa
internasional. Misalnya International Court of Justice (ICJ), International
Criminal Court, International Tribunal on the Law of the Sea, European Court
for Human Rights, dan lainnya.
Penyelesaian sengketa internasional
melalui jalur hukum berarti adanya pengurangan kedaulatan terhadap pihak-pihak
yang bersengketa. Karena tidak ada lagi keleluasaan yang dimiliki oleh para
pihak, misalnya seperti memilih hakim, memilih hukum dan hukum acara yang
digunakan. Tetapi dengan bersengketa di pengadilan internasional, maka para
pihak akan mendapatkan putusan yang mengikat masing-masing pihak yang
bersengket
MENGHARGAI
KEPUTUSAN MAHKAMAH INTERNASIONAL
1. Peran Mahkamah Internasional
Mahkamah[18]
Agung Internasional atau biasa disebut Mahkamah Internasional, merupakan
Mahkamah Pengadilan tertinggi di dunia. Pengadilan Internasional dapat mengadili semua
perselisihan yang terjadi antara negara bukan anggota PBB. Dalam penyelesaian
ini, jalan damai yang selaras dengan asas-asas keadilan dan hukum internasional
yang digunakan. Mahkamah Internasional mengadili perselisihan kepentingan dan
perselisihan hukum.
Mahkamah Internasional dalam mengadili suatu
perkara, berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional (traktat-traktat
dan kebiasaan-kebiasaan internasional) sebagai sumber-sumber hukum. Keputusan
Mahkamah Internasional, merupakan keputusan terakhir walaupun dapat diminta
banding[19]. Selain Pengadilan Mahkamah
Internasional, terdapat juga pengadilan arbitrasi Internasional. Arbitrasi
Internasional hanya untuk perselisihan hukum, dan keputusan para arbitet tidak
perlu berdasarkan peraturam-peraturan hukum.
Mahkamah Internasional dalam tugasnya untuk
memeriksa perselisihan atau sengketa antara negara-negara anggota PBB yang
diserahkan kepadanya, dapat, melakukan perannya untuk menyelesaikan
sengketa-sengketa internasional. Hal ini dapat kita lihat pada contoh-contoh
berikut ini ;
1.
Runtuhnya Federasi
Yugoslavia (1992), melahirkan perang saudara di antara bekas negara anggotanya
(Kroasia, Slovenia, Serbia, dan Bosnia Herzegovina). Namun pemerintahan
Yugoslavia yang dulu dikuasai oleh Serbia, tidak membiarkan begitu saja
sehingga terjadi pembersihan etnik (ethnic
cleaning) terutama kepada etnik Kroasia dan
Bosnia. Campur tangan PBB melalui Mahkamah Internasinal yang didukung
pasukan NATO, memaksa Serbia menghentikan langkah-langkah pembersihan etnik
yang kemudian mengadili para penjahat perang. Mahkamah
Internasional sangat aktif mengadili perkara kejahatan perang. Hingga sekarang
proses tersebut masih terus berlangsung.
2.
Masalah[20]
perbatasan teritorial di pulau Sipadan dan Ligitan (Kalimantan) antara
Indonesia dan Malaysia yang tidak kunjung ada di titik temu, disepakati untuk
dibawa ke Mahkamah Internasional. Setelah melalui perdebatan dan perjungan
panjang pada awal 2003 Mahkamah Internasional memutuskan untuk memenangkan
Malaysia sebagai pemilik sah pulau tersebut.
3.
Amerika serikat di
Filipina : tahun 1906 tentara AS melakukan pembunuhan warga Filipina, membunuh
dan membakar 600 rakyat desa itu. Para pelakunya telah di sidang di pengadilan
militer namun banyak yang dibebaskan.
4. Amerika serikat di Cina : pada
tahun 1968 terjadi pristiwa My lai Massacre. Kompi Amerika menyapu warga
desa denga senjata otomatis dan menewaskan 500 orang. Para pelakunya
telah disidang dan dihukum.
5. Amerika serikat di Jepang :
pada tahun 1945 lebih dari 40.000 rakyat Jepang meninggal akibat Bom Atom.
6. Pembersihan etnis yahudi oleh
Nazi Di jerman atas pimpinan Adolf Hitler, Mahkamah Internasional telah
mengadili dan menhukum pelaku.
7. Jepang
banyak membunuh rakyat Indonesia dengan Kerja paksa dan 10.000 rakyat Indonesia
hilang. Pengadilan
internasional telah dijalankan dan menghukum para penjahatnya.
8. Pemerintah Rwanda terhadap
etnik Hutu : Selama tiga bulan di tahu 1994 antara 500 ribu samapai 1
juta orang etnik Hutu dan Tutsi telah dibunuh ioleh pemerintah Rwanda.
PBB menggelar pengadilan kejahatan perang di Arusha Tanzania dan hanya menyeret
29 penjahat perangnya.
9. Kasus Timor Timur diselesaikan
secara Intrnasional dengan referendum. Dan sejak tahun 1999 Timor-Timur
berdiri sebagai sebuah Negara bernama Republik Tomor Lorosae /Timor Leste.
Dari contoh kasus di atas Indonesia menyetujui hasil
keputusan tersebut sebagai dukungan terhadap keputusan Mahkamah Internasional.
2.
Penyelesaian Kasus HAM di Mahkamah Internasional
Prosedur penyelesaian
kasus Hak Asasi Manusia (HAM) atau kejahatan humaniter di suatu negara dapat dilakukan Mahkamah Internasional
dengan melalui prosedur berikut.
a) Apabila terjadi pelanggaran
HAM atau kejahatan humaniter (kemanusiaan)
di suatu negara terhadap negara lain atau rakyat negara lain atau rakyat negara
lain, pengaduan disampaikan ke Komisi Tinggi HAM PBB atau melalui
lembaga-lembaga HAM internacional lainnya oleh si korban (rakyat) dan
pemerintahan negara yang menjadi korban.
b)
Pengaduan
ditindaklanjuti dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyelidikan.
c) Jika ditemui bukti-bukti kuat terjadinya pelanggaran HAM atau
kejahatan kemanusiaan lainnya, pemerintahan dari negara yang didakwa melakukan
kejahatan humaniter dapat diajukan ke
Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internasional.
d) Kemudian dilakukan proses
peradilan sampai dijatuhkan sanksi
e) Sanksi dapat dijatuhkan bila
terbukti bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran terhadap
konvensi-konvensi internasional berkaitan dengan pelanggaran HAM atau kejahatan
humaniter.
Selain dari prosedur di atas, rakyat suatu negara
yang merasa mengalami pelanggaran HAM oleh pemerintahan juga dapat mengajukan
pemerintahnya di ke Mahkamah Internasional atau Pengadilan Internasional dengan
melalui prosedur berikut.
a) Melaporkan pemerintahannya
sebagai pelaku pelanggaran HAM atau kejahatan humaniter (kemanusiaan) di suatu negara kepada Komisi Tinggi HAM
PBB atau melalui lembaga-lembaga HAM Internasional lainnya.
b) Pengaduan ditinjaklanjuti
dengan penyelidikan, pemeriksaan, dan penyidikan
c) Jika ditemui cukup bukti
terjadinya pelanggaran HAM atau kejahatan kemanusiaan lainnya, pemerintah
negara yang bersangkutan dapat diajukan ke Mahkamah Internasional atau
Pengadilan Internasional.
Demikian
yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah
ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena terbatasnya
pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan
judul makalah ini. Kami banyak berharap para pembaca yang budiman dapat
memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah
ini dan dan penulisan makalah di kesempatan – kesempatan berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi kami pada khususnya juga para pembaca yang budiman
pada umumnya.
[1] Konvensi ialah pemufakatan atau
kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi dsb)
[2] Sengketa yaitu sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat
[3] Alat untuk menunjukkan, mengetahui
arah
[4] Ketentuan tertentu, pasti
[5] Peraturan pemerintah;
surat pemerintah; peraturan kerajaan
[6] Kesatuan dari orang-orang yang
bersamaan asal keturunan, bahasa, adat istiadat,
dan sejarahnya ;golongan manusia,binatang,atau tumbuh-tumbuhan yang
mempunyai
asal-usul sama dan sifat khas yang sama atau
kebersamaan
[7] Orang yang tertua atau
berpengalaman banyak di kampong dsb ;pemimpin rapat,
Perkumpulan dewan, dsb
[8] Majelis atau badan yang terdiri
dari beberapa orang anggota yang kerjanya memberi
Memberi nasehat, saran-saran dan memutuskan
segala sesuatu dengan masyarakat.
[9] Percakapan di sandiwara, cerita
dan sandiwara
[10] Peristiwa, sesuatu yang terjadi
sungguh-sungguh; hal (keadaan,peristiwa) yang merupakan
kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau
terjadi
[11] Persatuan
Bangsa-Bangsa
[12] Ikut
campur dalam urusan negeri oleh Negara lain
[13]
Sungguh-sungguh atau resmi
[14] Usaha mempertemukan keinginan
pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan
Dan menyelesaikan perselisihan itu
[15] Panitia terdiri dari beberapa
orang yang ditujuk pemerintah, rapat dan sebagainya
Untuk melakukan suatu tugas tertentu;barang
komisi:barang dagangan yang disuruh
Menjualkan;uang komisi:uang upah
menjualkan barang
[16] Pembelian dan penjualan secara
simultan atas barang yang sama di dalam dua pasar
Atau lebih dengan harapan memperoleh laba
dari perbedaan harganya
[17]
Internastional Court of Justice
[18] Pengadilan
tertinggi;badan tempat memutuskan hukum atas suatu perkara atau
pelanggaran;pengadilan
[19] Imbangan persamaan, tara,
pertimbangan pemeriksaan ulang terhadap putusan
Pengadilan oleh pengadilan yang lebih
tinggi atas permintaan terdakwa atau jaksa
[20] Sesuatu hal yang harus
dipecahkan;problema;perkara
makalahnya menarik..
BalasHapusijin
copas bro